PALU – Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Reny A Lamadjido, bertindak cepat dan tegas merespons keluhan warga Lingkungan Industri Kecil (LIK) Tondo. Didampingi Ketua Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulteng, Eva Susanti Bande, Wagub Reny mendatangi kompleks tersebut pada Jumat, 17 Oktober 2025, menyusul ancaman penggusuran oleh developer PT Intim Abadi Persada.
Di hadapan warga, Reny Lamadjido tanpa basa-basi menyampaikan sikap resmi pemerintah. “Saya tegaskan, tidak boleh ada penggusuran di sini,” ujar Reny lantang, yang sontak disambut sorak dan tepuk tangan meriah warga penghuni Mess Pondok Karya, LIK Trans Tondo.
Reny menekankan bahwa Pemerintah Provinsi hadir sebagai pelindung rakyat. Ia meminta warga tidak ragu melapor ke Satgas PKA jika ancaman penggusuran kembali terjadi.
Untuk meindaklanjuti keluhan warga, Gubernur Anwar Hafid telah menerbitkan dua surat penting. Surat pertama, bernomor 600.2/344/Dis-Perkintan tertanggal 15 Oktober 2025, berisi intruksi penghentian sementara proses penggusuran. Penghentian ini diberlakukan mengingat kasus tersebut kini resmi ditangani oleh Satgas PKA. Surat kedua adalah undangan kepada developer PT Intim Abadi Persada, untuk mengikuti mediasi penyelesaian konflik agraria yang dijadwalkan pada Jumat, 24 Oktober 2025 mendatang.
Sementara itu, Ketua RT 02/RW 12 LIK Tondo, Dwi Sartika, mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap birokrasi di tingkat bawah. Mereka mengaku telah berulang kali mengadu ke lurah hingga camat, namun tidak pernah mendapat respons yang memadai.
Kekecewaan ini diperkuat pengakuan salah satu warga yang langsung berdialog dengan Wagub Reny Lamadjido. Ia menyebutkan, warga sudah dua tahun berjuang mencari keadilan hingga ke Pemerintah Kota Palu, namun tidak pernah mendapat perhatian dari Pemkot Palu. Ketegasan Wagub Sulteng di lokasi menjadi harapan baru bagi warga yang terancam kehilangan tempat tinggal.
Ketua Satgas Penyelesaian Konflik Agraria, Eva Susanti Bande di sela-sela mendampingi Wagub memberikan pernyataan tegas.
“Konflik agraria di LIK Tondo ini adalah cermin dari arogansi modal yang mengabaikan hak-hak dasar rakyat. Kami tegaskan, Satgas PKA bukan sekadar tim negosiasi, tapi pagar terakhir perlindungan bagi masyarakat yang terancam. Keputusan Gubernur sudah jelas tidak ada lagi air mata penggusuran di Sulteng,” ungkapnya.
Eva juga mengatakan, Developer PT Intim Abadi Persada harus memahami, era main hakim sendiri dan intimidasi sudah berakhir.
” Kami tidak akan mundur sejengkal pun dalam membela warga penghuni Mess Pondok Karya. Mereka berjuang dua tahun tanpa respons, dan sekarang Pemerintah Provinsi hadir untuk menghentikan kezaliman ini,” katanya.
Dua tahun terabaikan oleh Pemerintah Kota, kini suara warga LIK Tondo akhirnya didengar oleh level tertinggi Pemprov Sulteng. Pernyataan lantang Wagub yang melarang penggusuran telah memberikan harapan yang sangat dinantikan. Ancaman penggusuran telah dibekukan sementara, namun peperangan legal belum usai.
Ketegasan pemerintah provinsi ini mengirim sinyal keras bahwa konflik agraria yang merugikan rakyat tidak akan lagi ditoleransi. Warga sudah siap berjuang, dan kini mereka didukung tameng birokrasi yang kuat. Mediasi pekan depan akan membuktikan, apakah ketegasan ini hanya gertakan, ataukah menjadi tonggak sejarah kemenangan rakyat kecil melawan kekuatan bisnis.
” Surat penghentian sementara yang dikeluarkan Gubernur adalah mandat yang harus ditaati, bukan sekadar imbauan. Jika developer masih mencoba bermain api, Satgas PKA tidak akan segan menggunakan seluruh kewenangan hukum dan administratif untuk memastikan hak-hak warga dipulihkan dan tanah mereka aman dari keserakahan. Kami tunggu kehadiran mereka di meja mediasi, 24 Oktober. Tidak ada kompromi untuk keadilan rakyat,” tutup Eva.