PALU – Konflik Agraria antara Masyarakat Adat Tau Taa Wana Morowali Utara dengan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) memasuki babak baru. Jumat (31/10/25) Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Sulteng melakukan rapat atas pengaduan warga tersebut.
Adapun beberapa Desa yang berkonflik dengan PT KLS antara lain adalah Desa Pandauke, Tanasumpu, Momo, Tambale, Girimulya, Tokala Atas, Posangke, Taronggo dan Pokeang.
Dalam rapat tersebut, masyarakat mengatakan komitmen PT KLS untuk mensejahterakan masyarakat lingkar sawit dipertanyakan. Lahan warga diserahkan untuk ditanami sawit, namun sampai saat ini hak-hak mereka tidak dipenuhi.
Selain itu dikatakan PT KLS beraktivitas hanya memiliki izin lokasi yang diterbitkan pada tahun 1997. Sehingga harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh izin perusahaan tersebut.
” Kami masyarakat menginginkan agar PT KLS angkat kaki dari wilayah Momosalato dan Baturube, karna tidak membawa dampak positif bagi kami,” ungkap salah satu warga.
Dalam mediasi yang dipimpin Ketua Satgas PKA, Eva Bande tersebut melahirkan beberapa poin rekomendasi, salah satunya yaitu masyarakat agar segera mengumpulkan data objek dan subjek hak kepemilikan.
Selanjutnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulteng akan melakukan telaah atas perizinan PT KLS di Kecamatan Momosalato dan Bungku Utara.
Sebelumnya diberitakan, Masyarakat Adat Tau Taa Wana melakukan unjuk rasa dengan mendatangi camp PT KLS di Desa Taronggo Bungku Utara.

Tak tanggung-tanggung massa aksi menduduki camp PT KLS dengan melakukan penyegelan. Hal itu sebagai bentuk protes mereka terhadap perusahaan, karna dinilai selama beroperasi tidak membawa dampak positif bagi masyarakat.
SM

















