PALU – Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) Sulawesi Tengah menyebut sejumlah perusahaan, khususnya perusahaan perkebunan sawit skala besar berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Misalnya di Kabupaten Morowali Utara, Komnas HAM menyoroti aktivitas PT Agro Nusa Abadi (ANA), karna ketidakpatuhan terhadap peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Negara ini.
” Apa yang dilakukan PT ANA dapat dikategorikan pembangkangan terhadap Negara,” kata Dedi Askary, Komnas HAM Sulteng. (18/6/2025).
Kata Dedi harus dipahami betul bahwa Perusahaan yang beroperasi tanpa Hak Guna Usaha (HGU) sesungguhnya dapat menghadapi beberapa konsekuensi serius, termasuk denda pajak yang signifikan dan sanksi administratif lainnya.
Selain itu, perusahaan beroperasi tanpa HGU juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial, seperti pelanggaran tata ruang, hilangnya keanekaragaman hayati, dan potensi konflik dengan masyarakat setempat sebagaimana yang sedang terjadi saat ini.
Beberapa konsekuensi dimaksud, antara lain :
Denda Pajak : Perusahaan yang beroperasi tanpa HGU dapat dikenakan denda pajak yang besar, terkait soal ini baiknya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulteng segera melakukan perhitungan jumlah kerugian Negara/kerugian Daerah atas beroperasinya mereka/para pihak yang bergerak dalam Industri Perkebunan Sawit skala besar di Sulteng, dari sejak awal mereka melakukan pembukaan lahan, hingga tahap produksi saat ini PT. ANA misalnya, dari aktifitas pengembangan perkebunan sawit tak ber izin yang mereka lakukan dari sejak 19 tahun yang lalu hingga saat ini, total kerugian Daerah yang terjadi akibat aktifitas tak berizin yang mereka lakukan yang wajib harus mereka bayarkan ke daerah dari semenjak 19 tahun yang lalu hingga saat ini, demikian pula terhadap pihak-pihak lainnya yang bergerak dalam sektor pengembangan industeri perkebunan Sawit skala besar lainnya.
Penarikan Izin : Memperhatikan adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh para pihak, utamanya perusahaan Perkebunan Sawit yang dengan sengaja tidak melakukan percepatan pengurusan perizinan atau sertifikatt HGU, saatnya pemerintah memiliki keberanian yang kuat untuk segera mencabut atau menangguhkan izin usaha perkebunan (IUP) jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki HGU yang sah, jangan justru situasi yang ada (perusahaan lakukan aktifitas ilegal tak berizin, para pihak baik dari pemerintah/birokrat pemerintahan, individu, dan pihak perusahaan serta aparat penegak hukum dan kelembagaan lainnya, dengan sengaja membuat satu kamar “persekongkolan” untuk kepentingan mendapatkan sejumlah RENTE dari situasi yang terjadi, ini dapat dikategorikan Kejahatan Korporasi Negara atas berbagai Potensi Sumber Daya Alam yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Sulawesi Tengah.
Dampak Lingkungan dan Sosial:
Pelanggaran Tata Ruang : Operasi tanpa HGU dapat menyebabkan pelanggaran tata ruang, karena perusahaan tidak memiliki izin resmi untuk menggunakan lahan tersebut untuk kegiatan perkebunan, praktek “koboy” seperti ini, saatnya sudah harus segera dihentikan, mengingat ini memiliki keterkaitan yang jelas terhadap keberlanjutan kehidupan generasi bangsaa dimasa yang akan datang.
Kerusakan Lingkungan : Perusahaan yang tidak memiliki HGU dapat dipastikan, tidak mengikuti standar lingkungan yang berlaku, yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air dan tanah, serta kebakaran lahan.
Konflik Sosial : Ketidakjelasan status lahan dan operasi tanpa izin dapat memicu konflik dengan masyarakat setempat, terutama jika lahan tersebut diklaim sebagai hak ulayat atau lahan adat.
Resiko Hukum: Tuntutan Hukum, Perusahaan yang beroperasi tanpa HGU dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak-pihak yang merasa dirugikan, seperti masyarakat adat atau pemerintah daerah, jangan seperti sekarang ini, merespon situasi yang terjadi dilapangan, Pemerintah Daerah nampak hanya planga-plongo, dengan ragam narasi yang justrru semakin memperjelas sikap dan keberpihakan mereka kepada para pihak yang sesungguhnya telah melakukan bentuk nyata dari apa yang disebut “Kejahatan Lingkungan Serius” serta menjadi bagian nyata atas meningkatnya penderitaan dan kesengsaraan Rakyatnya sendiri, yang acap kali dalam momentum elektoral lima tahunan telah memilih mereka sebagai pemimpin di Daerah ini.