PALU – Penangkapan paksa yang dilakukan oleh PT. Sinergi Perkebunan Nusantara (SPN) bersama aparat kepolisian terhadap seorang petani sawit, Adhar Ompo alias Olong, di Desa Peleru, Kabupaten Morowali Utara memantik kecaman dari sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil.
Kali ini datang dari Asosiasi untuk Transformasi Sosial (ANSOS) Sulawesi Tengah, Noval A Saputra menegaskan bahwa, intimidasi serta represif yang dilakukan oleh aparat Kepolisian terhadap petani sawit, menambah rentetan panjang cerita konflik agraria yang berujung kriminalisasi terhadap petani.
Noval menilai penangkapan petani yang ada di Morowali Utara itu semakin memperumit konflik agraria diwilayah tersebut. Seharusnya ini ditangani dengan saksama dan tak tergesa-gesa.
“Ini menandakan semakin banyaknya kasus kriminalisasi terhadap kaum tani di Kabupaten Morowali Utara. Padahal mereka hanya mempertahankan hak atas tanahnya,” kata Koordinator Ansos itu (28/3/25).
Lebih jauh Noval menjelaskan, bagaimana contoh kasus konflik agraria di PT ANA juga berimbas pada sejumlah petani yang diperhadapkan pada proses hukum. Artinya bahwa, keadilan hukum di daerah yang dikenal dengan semboyan Tepo Asa Aroa itu sedang tidak baik-baik saja.
” Kalau begini situasinya, akan banyak para petani di Motowali Utara itu yang berjuang hak atas tanahnya akan diproses hukum bahkan dipenjara,” tuturnya.
Sehingga Ansos mendesak agar Pemerintah segera melakukan monitoring dan mengevaluasi seluruh perizinan-perizinan perkebunan sawit di Sulawesi Tengah khususnya di Morowali Utara.
” Negara harus hadir untuk melindungi rakyatnya,” tegasnya.
Sementara itu terpisah, Wakil Ketua 1 DPRD Sulawesi Tengah, Aristan mengatakan, represif berupa kriminalisasi dan penangkapan petani semacam ini mengingatkan pada praktik perkebunan di era kolonialiame, suatu praktek yang tentu mengabaikan hak keadilan dan kesejahteraan bagi petani.
Olehnya, dia meminta Pemerintah Sulawesi Tengah, dalam hal ini Gubernur bersama Aparat Penegak Hukum, Polri dan Kejaksaan seharusnya mengevaluasi dan meninjau kembali kasus-kasus kekerasan terhadap petani, membebaskan dari tuduhan yang tidak adil dan memberikan hak-haknya sebagai warga negara.
Gubernur, Polda, Kejaksaan, sebaiknya lebih fokus mengurusi sinyalemen banyak perusahaan perkebunan sawit yang ilegal karena tidak memiliki IUP dan HGU. Harus ada tindakan tegas terhadap perusahaan perkebunan sawit yang melanggar peraturan ini, apalagi dalam banyak kasus disinyalir mencaplok lahan-lahan masyarakat.
” Praktek perkebunan sawit semacam ini selain tidak adil terhadap petani, juga berpotensi merugikan daerah, karena jika tidak memiliki IUP dan HGB, artinya perusahaan-perusahaan sawit ini tentu tidak membayar pajak dan kontribusi lainnya sebagai kewajibannya kepada daerah,” tutupnya.
SM